Rabu, 28 Agustus 2013

Dari yang kecil dulu?

Prinsip 2S - Small and simple?

Pingin mulai usaha?jgn langsung pingin gede, karena tentunya modal yg dibthkan sgt besar.

Small ~ pingin punya perusahaan konsultan, knp tdk mulai dr sekarang? kita bisa mulai berbagi hal yg kt tahu (bs lewat sosial media, blog, share tanpa mau dibayar, dst)

pingin punya franchise bimbel - knp tidak anda mulai dari yg kecil dulu? mulai mengajar dari rumah ke rumah, mulai kumpulin anak2 sekolah di rumah, dst

pingin punya toko busana muslim - knp tidak anda mulai dari yg kecil dulu? seperti jualan dg cara reseller via online, dst

pingin punya usaha resto? knp tidak anda mulai dari yg kecil dulu, spt misalnya menerima katering utk anak kost, dst

simple - usaha yg dimulai dari yg kecil akan lebih tahan banting, tdk membutuhkan modal terlalu besar, bahkan bisa dimulai dari rumah, mudah memanage-nya dan sebagai landasan awal utk bisa naik ke level berikutnya

Selasa, 27 Agustus 2013

Mengupas Bidadari Surga Menurut Ali-Shabuni

Mengupas Bidadari Surga Menurut Ali Al-Shabuni

Penciptaan Bidadari

Dalam masalah penciptaan bidadari, al-Sābūnī tidak membahasnya secara luas, dan juga tidak menyampaikan pemikirannya secara rinci, kecuali sedikit yang diambil dari riwayat Ibn Abbas dan hadīs Ummu Salāmah, sehingga penjelasan al-Sābūnī dalam hal ini, tidak bisa betul-betul menjawab bagaimana proses bidadari diciptakan. Oleh karenanya, dalam hal ini penulis akan membandingkan sedikit penafsiran al-Sābūnī tentang ayat yang terkait dengan penciptaan bidadari dengan pendapat Ibn Qayyim.

Hanya saja yang perlu digarsibawahi dari pendapat al-S{ābūnī mengenai penciptaan bidadari di surga adalah, bahwa al-S{ābūnī mengakomodasi pendapat yang menyatakan bahwa sebagian bidadari berasal dari wanita mukminat di dunia, bahkan dijadikan lebih cantik.[1]

Al-Sābūnī menjelaskan penciptaan bidadari ini ketika memberikan tafsīr atas Qs. Al-Wāqi’ah:35-38.[2] Al-S{ābūnī menyatakan bahwa maksud firman “innā ansya’nāhunna insyā’” adalah bahwa “Aku jadikan wanita-wanita surga itu sosok yang baru, yang pembuatannya sangat mengherankan.”[3] Sifat menta’ajubkan ini terjadi karena –sebagaimana telah dipaparkan di atas-proses penciptaan maupun jenis makhluk yang diciptakan bersifat “baru”, sehingga masih asing bagi makhluk yang berasal dari dunia.

Al-Sābūnī dengan mengutip Ibnu Jazi dalam kitabnya al-Tashil fi ‘Ulūm al-Tanzīl menyatakan bahwa makna insya’ al-nisa yaitu Allāh menciptakan mereka sebagai makhluk baru yang sangat cantik tidak seperti di dunianya. Di surga nanti, walau ketika di dunia telah menjadi seorang nenek-nenek, ia akan kembali menjadi muda, serta tidak memiliki cacat dalam rupanya, ia akan berubah menjadi gadis yang cantik mempesona.[4] Dengan mengutip Ibnu Abbas dari Tafsīr al-Khāzin, al-Sābūnī mempertegas pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa nenek-nenek yang sudah lanjut usia, ompong dan kempot (tidak punya gigi lagi) akan dijadikan oleh Allāh kembali perawan sebagai makhluk yang sama sekali sudah lain.[5]

Demikian pula, perempuan yang di dunia sudah dijima’ oleh suaminya, oleh Allāh akan dijadikan perawan, hanya kembali mencintai suaminya, serta sangat menggairahkan, dan usianya sepadan dengan suaminya, yang rata-rata 33 tahun.[6] Nampak di sini bahwa al-Sābūnī meletakkan konsep bidadari yang berasal dari perempuan mukminat di dunia, sehingga dalam hal penciptaan bidadari ini, al-Sābūnī hanya membahas bidadari yang berasal dari wanita sālihat di dunia, tidak membahas bidadari yang khusus diciptakan di akhirat. Sehingga penafsiran al-Sābūnī pada ayat-ayat ini dan yang seperti ini, tidak bisa dikaitkan dengan penafsirannya yang memberikan makna hūr secara netral kelamin.

Terkait dengan ayat tersebut, al-Sābūnī juga mengutip hadīs terkenal yang berasal dari Ummu Salāmah, bahwa ketika Nabi ditanya mengenai bidadari surga, Nabi menjawab, “mereka adalah wanita-wanita dunia yang di saat kematiannya mereka dalam keadaan lanjut usia, kempot, ompong dan bungkuk, yang dijadikan Allāh kembali dalam usia yang sama.”[7]

Al-Sābūnī juga meriwayatkan hadīs yang menginformasikan tangisan seorang wanita tua, ketika Rasūlullāh menyatakan bahwa orang yang sudah tua tidak bisa masuk surga. Wanita tersebut memangis karena merasa peluangnya masuk surga tidak ada karena usianya yang sudah tua. Lalu nabi pun memberitahukan bahwa ia nanti akan masuk surga bukan dalam keadaan lanjut usia, karena Allāh telah berjanji bahwa para wanita akan dijadikan kembali perawan dan berusia muda.[8]

Jadi jelas bahwa penjelasan al-Sābūnī mengenai penciptaan bidadari hanya menyangkut bidadari yang berasal dari wanita sālihah dunia, tidak termasuk bidadari yang khusus dicipta di surga. Memang sejauh informasi al-Qur`ān, tidak terdapat ayat yang mengetengahkan atau mengisyaratkan tentang bagaimana bidadari surga diciptakan.

Berbeda dengan al-Sābūnī, Ibnu Qayyim menggali banyak riwayat mengenai penciptaan bidadari yang tidak berasal dari wanita dunia. Dengan mengumpulkan berbagai informasi ‘ulamā’ dan hadīs Nabi, Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa bidadari surga diciptakan dari za’faran, khususnya yang diperuntukkan bagi para wali Allāh, yang disediakan pengantin yang tidak pernah dilahirkan oleh Adam dan Hawwa’.[9] Sehinga karena bahan baku dari za’faran tersebut, maka bidadari surga memancarkan cahaya dan sinar gemerlap yang mempesona siapapun yang melihatnya. Sementara mereka semua telah bersiap menunggu suami-suaminya di pintu surga.[10] Demikian menurut Ibn Qayyim.

Tentu sampai di sini justru diketemukan kelebihan dari al-Sābūnī dalam memberikan tafsīran atas ayat-ayat Tuhan. Al-Sābūnī hanya menggunakan riwayat-riwayat yang jelas dan mutawātir, dan tidak mau menggunakan riwayat yang bersifat dugaan, cerita, mitos, tidak mutawātir, serta mengundang polemik. Nampak bahwa al-Sābūnī ingin membiarkan al-Qur`ān bercerita mengenai isi dirinya sendiri.

Perbedaan antara Pelayan Surga

dan Bidadari

Al-Qur`ān dalam Qs. Al-Rahmān secara jelas membedakan antara pelayan surga dengan bidadari. Bidadari bukanlah pelayan surga, namun ia merupakan makhluk khusus yang memiliki jenis pelayanan surgawi yang khusus pula.

Penyebutan pelayan-pelayan surga juga dibedakan secara tersendiri dengan bidadari surga. Dalam al-Qur`ān, terdapat dua ayat pokok mengenai pelayan surga, satu ayat disebutkan secara mandiri, tidak memiliki rangkaian ayat dengan penyebutan bidadari, dan satu ayat lainnya disebutkan dengan berangkaian dengan ayat-ayat tentang bidadari.

Istilah yang dipakai al-Qur`ān mengenai masalah pelayan surga adalah “wildānun mukhalladūn”. Wildānun berarti anak-anak muda. Berdasarkan akar katanya, mukhalladūn memiliki dua arti, namun tetap mempunyai muara makna yang sama. Pertama berasal dari kata al-khuld yang artinya baka atau abadi, kekal, tidak mati selama-lamanya.[11] Dan kedua dari kata al-khildah dengan jamak khilādun berarti orang yang mengenakan anting dan gelang. Ini merupakan simbol bagi pelayan-pelayan abadi. Dalam istilah Arab julukan (laqab) “mukhalladūn” dikenakan bagi orang yang lanjut usia tetapi tidak beruban, giginya terjaga, tidak rontok.[12] Jadi wildānun mukhalladūn diterjemahkan sebagai pelayan-pelayan muda yang tetap dalam kemudaannya.[13]

Ayat tentang pelayan surga yang berdiri sendiri adalah Qs. Al-Insan:19:

“Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.” (Qs. Al-Insan:19).

Sedangkan ayat yang berangkai dengan ayat-ayat tentang bidadari adalah Qs. Al-Wāqi’ah:17-18:

“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir.” (Qs. Al-Wāqi’ah:17-18).

Terhadap ayat tersebut al-Sābūnī menafsirkannya “terhadap mereka selalu didampingi pelayan yang berkhidmat yang terdiri atas anak-anak muda di sekelilingnya, mereka tidak pernah mati dan tidak pernah berubah.”[14] Sifat utama para pelayan surga itu adalah: terdiri atas anak-anak muda, selalu berkhidmat terhadap penghuni surga, selalu siap memberikan pelayan sesuai keinginan penghuni surga (mengelilingi para penghuni surga), tidak berubah keadaan kemudaannya, belum pernah terjamah atau tersentuh oleh apa dan siapapun (maknūn), sangat rupawan, tidak mati,[15] selalu dalam pekerjaan pelayanan yang ditunjukkan dengan ayat bahwa mereka selalu berhiaskan gelas minuman, beserta cerek dan slokinya. Diberikannya pelayan-pelayan tersebut, menurut al-S{ābūnī memang dikhususkan bagi orang beriman dikarenakan perilaku al-abrārnya sewaktu di dunia.[16]

Sedangkan sifat para pelayan surga yang diibaratkan sebagai mutiara yang bertaburan mengisyaratkan bahwa para pelayan tersebut memiliki kebeningan kulit yang memukau dan kebagusan wajah yang mempesona. Mengutip al-Rāzī, al-Sābūnī menyatakan bahwa pernyataan itu mengandung tasybīh al-‘ajīb, dengan mutiara yang bertebaran itu, maka keindahan dan keistimewaan mutiara semakin nampak kian nyata.[17]

Penafsiran al-Sābūnī tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim, bahwa ada dua hikmah besar mengapa pelayan surga dibuat bertebaran di mana-mana: pertama, menunjukkan bahwa para pelayan surga tidak pernah menganggur. Mereka mondar-mandir di surga dalam rangka berkhidmah kepada penghuni surga dan memenuhi keperluan mereka. Kedua, bahwa mutiara yang disebar di atas permadani dari emas dan sutra itu lebih indah di mata daripada dikumpulkan di satu tempat.[18]

Al-Sābūnī dalam tafsīrnya tidak menyebutkan bagaimana para pelayan surga diciptakan. Sedangkan Ibnu Qayyim menginformasikan bahwa dalam masalah ini, terdapat dua pendapat: pertama, bahwa para pelayan surga diciptakan dari anak-anak muslim dunia yang meninggal dalam keadaan tidak memiliki kebaikan dan keburukan. Mereka menjadi pelayan surga karena di surga tidak ada proses kelahiran. Selain itu juga berasal dari anak-anak yang meninggal dunia di masa kecil. Pendapat kedua adalah, bahwa para pelayan surga diciptakan khusus di surga sebagaimana juga bidadari yang diciptakan khusus di surga. Inilah yang dipegangi oleh Ibnu Qayyim.[19]

Dari uraian tersebut jelas, bahwa al-Sābūnī membedakan antara bidadari dengan pelayan surga. Pelayan surga adalah terdiri atas anak-anak muda yang diciptakan di surga yang berfungsi bagi pelayan penghuni surga, termasuk melayani bidadari yang menjadi pasangan penghuni surga. Sementara bidadari adalah pasangan penghuni surga, dengan tugas menjadi tambahan kenikmatan bagi mereka. Kesamaannya dengan bidadari adalah bahwa mereka diciptakan khusus di surga, dan belum pernah tersentuh oleh apa dan siapapun.

Ciri-ciri Bidadari di Surga

Dalam menjelaskan sifat-sifat atau ciri-ciri bidadari di surga, al-Sābūnī dalam penafsirannya tidak melebihi apa-apa yang diinformasikan olah al-Qur`ān. Ia hanya bersifat lebih memperjelas mengenai sifat bidadari menurut al-Qur`ān. Secara terperinci, sifat-sifat bidadari menurut al-Sābūnī adalah sebagai berikut:

1. Sosok pasangan yang suci. Menurut al-Sābūnī, bidadari di surga disucikan dari kotoran hissiyah maupun maknawiyah. Dalam hal ini, al-Sābūnī juga mengutip ‘ulamā’ lain yang menyebutkan bahwa bidadari disucikan dari kotoran haid, nifas, buang air maupun dahak. Namun al-Sābūnī menyambungnya dengan pernyataan bahwa wanita dunia mukminah di hari akhir lebih cantik dibanding bidadari.[20] Sehingga yang dimaksud suci dari haid, nifas dan kotoran kewanitaan lain adalah bidadari yang berasal dari wanita mukminah dunia. Secara tidak langsung, al-Sābūnī menekankan bahwa ada dua jenis bidadari di surga, yaitu: bidadari yang berasal dari dunia, yang menjadi pasangan suaminya dari dunia juga, jika sama-sama beriman; dan bidadari dan bidadara yang khusus diciptakan di surga. 2. Diciptakan abadi. Keabadian menjadi ciri yang menyatu bagi bidadari, sebagaimana keabadian alam akhirat. Menurut al-Sābūnī, keabadian inilah yang menjadi salah satu kunci kebahagiaan yang sempurna. Karena penghuni surga bersama pasangannya berada dalam tempat yang aman dan bersanding hidup dengan pasangan-pasangannya dalam buaian keabadian yang tiada pernah putus.[21] Dengan begitu keabadian akhirat menurut al-S{ābūnī, karena tiada putus, merupakan keabadian yang mutlak, tanpa batas waktu lagi, atau tiada dimensi ruang dan waktu yang membatasinya lagi. 3. Dipingit di dalam kemah mutiara. Al-Sābūnī berpendapat, bahwa maksud dari maqsūrāt fī al-khiyām, adalah bahwa bidadari di surga hanya berjalan-jalan keliling di sekitar kemah, bahkan lebih banyak berdiam di dalamnya, tidak keluar karena kehormatan dan kemuliaannya, dalam kemah yang terbuat dari mutiara yang memang disediakan untuk mereka. Mereka membatasi diri hanya dalam ruangan yang terbuat dari mutiara itu.[22] 4. Memiliki adab atau akhlak mulia. Bidadari di surga menurut al-Sābūnī, merupakan wanita-wanita sālihah yang memiliki akhlak yang sangat mulia di samping rupanya yang sangat cantik.[23] Jadi makna khairātun hisān, memiliki dua dimenasi; wajah yang jelita dan akhlak yang mulia. 5. Hanya untuk pasangannya sendiri saja. Bidadari di surga, menurut al-Sābūnī, memiliki sifat hanya membatasi pandangan matanya kepada pasangannya saja, dan tidak memandang yang lain, seperti keadaan wanita-wanita pencinta dan penyayang.[24] Jadi kekhususan pasangan menjadi ciri utama bagi bidadari surga. 6. Belum pernah tersentuh, terjamah, dan tersenggamai oleh siapapun. Salah satu sifat utama bidadari menurut al-Sābūnī adalah keperawanannya yang sejati. Belum pernah ada seseorangpun yang pernah manjamah dan menyenggamainya kecuali pasangannya di surga itu, baik dari manusia maupun jin. Mereka betul-betul perawan yang sejati (ting-ting).[25] Hanya saja nampaknya sifat ini dikenakan pada bidadari yang dicipta khusus di surga, menilik pernyataan bahwa belum pernah tersentuh oleh makhluk. Jika wanita mukminah di dunia, pasti sudah mengalami persentuhan dengan pasangannya di dunia, walaupun di akhirat dijadikan perawan sejati kembali. Namun kalimat al-S{ābūnī jelas menunjukkan kebelum-pernah disentuhnya bidadari itu sebelum di surga. Mengutip pendapat dari kitab al-Tashil, al-Sābūnī mengemukakan bahwa penyebutan kalimat lam yatmishunna insun walā jānn sebanyak dua kali dalam Qs. Al-Rahmān ini, pertama ditujukan bagi kelompok al-sābiqūn, dan yang kedua bagi kelompok ashāb al-yamīn. Jadi penggambaran sifat-sifat surga untuk masing-masing kelompok orang beriman memiliki perbedaan dan kekhususan sendiri-sendiri, surga bagi kelompok pertama lebih tinggi dibanding bagi kelompok yang berikutnya.[26] Sehingga menurut al-Sābūnī, tingkatan bidadari yang diberikan pun berbeda untuk masing-masing kelompok orang beriman. 7. Menyerupai mutiara yang paling mulia. Bahwa bidadari di surga, menurut al-Sābūnī menyerupai yāqūt dan marjān dalam kebeningan dan kemerah-merahannya (bersih dan sangat mulus) sampai-sampai tembus pandang.[27] Mengutip Qatadah, al-Sābūnī mengemukakan bahwa dalam bersih dan beningnya menyerupai yāqūt, sedang kemerah-merah-jambuannya (kecantikan yang tiada tara) menyerupai marjān. Segala sesuatu yang dimasukkan dalam yāqūt , pasti akan dapat dilihat dari semua sisi.[28] 8. Berada di tempat yang tinggi. Menurut al-Sābūnī, bidadari di surga berada di atas dipan atau ranjang yang tinggi, empuk, dan nyaman. Hal ini didasarkan pada hadīs riwayat Hakim yang menyatakan bahwa tingginya dipan itu seperti tingginya langit dengan bumi yang untuk mencapainya membutuhkan waktu selama limaratus tahun.[29] Namun bukan berati bahwa untuk mencapainya sulit. Mengutip al-Alūsi, al-Sābūnī menyatakan bahwa jika seseorang ingin naik turun dipan, maka dengan sendirinya dipan tersebut akan menyesuaikan diri. Jika seorang mukmin ingin naik, maka dipan tersebut akan turun, kemudian setelah orang tersebut naik, maka dipan itu akan mengangkatnya.[30] 9. Diciptakan sebagai makhluk yang sama sekali baru. Bidadari merupakan makhluk yang diciptakan khusus di surga, yakni berupa makhluk yang sama sekali baru dalam penciptaan, lagipula bersifat unik. Sehingga ia menjadi makhluk yang mampu mendatangkan keta’juban luar biasa. Keelokan dan keanehan penciptaan itu terjadi, karena memang berbeda sama sekali dengan segakla jenis ciptaan di dunia.[31] 10. Selalu dalam keadaan perawan. Sifat abkāra, oleh al-Sābūnī diberi makna tafsīr sebagai perawan ting-ting sepanjang masa. Setiap kali pasangannya mendatanginya, setelahnya langsung kembali perawan lagi.[32] 11. Memiliki kecintaan dan kerinduan menggebu kepada pasangannya. Para bidadari di surga memiliki semangat kecintaan serta kerinduan yang menggebu-gebu. Mengutip Mujahid, al-Sābūnī mengatakan bahwa salah satu sifat bidadari adalah agresif terhadap pasangannya, dalam hal bermain cinta.[33] 12. Berusia rata-rata muda. Menurut al-Sābūnī, bidadari di surga memiliki usia yang rata-rata muda, dan sama dengan pasangannya, yaitu berusia 33 tahun,[34] sebuah usia puncak kedewasaan dan usia yang sangat agresif dalam hal percintaan. 13. Kecantikannya dan kesuciannya tidak ada yang menyamai. Bahwa bidadari di surga memiliki kecantikan dan keelokan tiada tara, kebeningan yang sangat, demikian pula seperti mutiara yang tersimpan, kesuciannya yang belum pernah tersentuh.[35] al-Sābūnī mengutip hadīs Ummu Salāmah yang menggambarkan bahwa kejernihan hūrun ‘īn ibarat mutiara yang tersimpan di tengah lautan yang belum pernah tersentuh oleh tangan.[36] 14. Memiliki fisik yang sempurna. Bidadari di surga memiliki bentuk fisik yang paling sempurna, yang ditunjukkan dengan gairah yang tinggi dari keperawanannya, serta bentuk payudara yang menyembul keluar. al-Sābūnī memperkuat tafsīrnya ini dengan mengutip al-Tashil, bahwa kata al-kawā’ib merupakan bentuk jamak dari ka’ib yang memiliki arti dasar gadis perawan yang menonjol (keluar tegak) bentuk payudaranya.[37] 15. Usianya sama dengan suaminya. Sebagaimana dijelaskan pada poin sebelumnya (poin l) bahwa usia bidadari di surga setara dengan pasangannya. Tidak lebih dan tidak kurang.[38] 16. Selalu bersenang-senang dengan sumianya. Dijelaskan oleh al-Sābūnī bahwa orang-orang beriman akan masuk ke surga bersama pasangan-pasangan wanitanya (isterinya) yang beriman. Kemudian di dalam surga mereka berni’mat-ni’mat, bersenang-senang (istisrār), sehingga kebahagiaan itu memancar dari wajah-wajah mereka.[39] Sifat ini –sebagaimana diberikan tafsīrnya oleh al-Sābūnī –mengarah pada dua hal; bahwa bidadari dalam ayat ini adalah bidadari yang berasal dari wanita mukmin di dunia, yang bersama suaminya yang beriman bersama-sama masuk surga. Dan di dalam surga, mereka bersenang-senang sebagai suami isteri, di mana kata tuhbarūn, bermakna istimtā’ (hubungan badan). 17. Keanggunan yang sempurna. Bidadari di surga, baik yang dari wanita mukminah di dunia, maupun yang khusus diciptakan di surga, semuanya memiliki keanggunan yang tiada tara, (sehingga digelari hūrun ‘īn), sebagai deskripsi puncak tentang sosok yang rupawan dan dipenuhi segala kesempurnaan, demi memenuhi kebahagiaan para penghuni surga.[40] Kembali lagi di sini ditekankan oleh al-Sābūnī, bahwa julukan hūrun ‘īn adalah bersifat netral kelamin.

Bidadari dan Amal Perbuatan

Manusia

Dalam al-Qur`ān tidak semua informasi yang menyangkut surga selalu disertai dengan adanya bidadari di dalamnya. Informasi tentang surga yang disertai informasi adanya bidadari di dalamnya hanyalah menyangkut pada beberapa tempat, yang sekaligus mencantumkan informasi jenis sifat dan amal s}ālih tertentu dari orang beriman.

Sebelum membahas pendapat al-Sābūnī tentang hubungan bidadari dan amal perbuatan manusia, ada baiknya jika penulis kemukakan gambaran umum mengenai surga dari dalam al-Qur`ān. Dalam al-Qur`ān, jumlah ayat yang berkaitan dengan surga berjumlah 174, adapun yang berkaitan dengan kata dasar jannah berjumlah 159.

Istilah surga sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta suwarga yang bermakna tempat kebahagiaan puncak.[41] Sedang istilah tersebut digunakan oleh umat Islām untuk menerjemahkan kata jannah dalam bahasa Arab, yang arti harfiahnya adalah kebun, atau taman yang penuh keindahan,[42] sebagai tempat bagi orang-orang yang menemukan kebahagiaan kekal di akhirat.

Dalam Qs. Ali Imran3;15 Allāh melukiskan, bahwa surga terdiri dari sungai-sungai yang indah, kekal, bagi penghuninya tersediakan pasangan hidup (suami atau isteri) yang disucikan dan diridhai Allāh. Sifat keindahannya melebihi segala kenikmatan yang ada di dunia, walaupun itu mencakup keindahan hiasan wanita, anak-anak, harta dari emas maupun perak, kendaraan pilihan, binatang ternak maupun segala hewan piaraan serta sawah dan ladang.

Sehingga diingatkan bahwa surga itulah yang merupakan tempat kembali manusia yang terbaik. Bagi penghuninya disediakan mata air banyak yang mengalir serta menyejukkan penghuninya, dan setiap memasuki pintu-pintunya selalu disambut dengan ucapan “masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dari semua kesalahan lagi aman dari kematian serta dari hilangnya keni’matan,” dilenyapkan segala dendam maupun perasaan buruk, selalu merasa bersaudara dengan saling mencintai dan saling memuliakan, tidak ada lagi kelelahan, dan kebahagiannya bersifat abadi karena memang surga berwatak suci dan bahagia selamanya.[43]

Mereka semua mengenakan perhiasan dari gelang-gelang emas serta mutiara, di samping mengenakan sutra, dikarenakan dahulu di dunia mereka mematuhinya untuk tidak bermegah-megahan. Dan ini adalah sebagai penghargaan atas iman dan amal sālih} mereka (Qs. Al-Hajj 22;23).

Rumah-rumah mereka berupa edung-gedung bertingkat yang di bawahnya banyak mengalir sungai yang beraneka warna (Qs.Al-Zumar39;20). Sungai-sungai tersebut tidak pernah mengalami perubahan baik rasa dan baunya. Jenisnya sangat variatif, ada sungai-sungai air susu, sungai arak yang lezat dan tidak beralkohol, sungai-sungai madu yang disaring, dan juga disediakan segala kebutuhan dan keinginan akan buah-buahan sebagaimana pula disediakan segala ampunan (Qs. Muhammad 27;15).

Adapun penghuni surga adalah orang yang beriman dan beramal sālih}, yang tidak pernah tersentuh oleh neraka,[44] yang disebut sebagai kelompok al-su’adā’, orang-orang yang menemukan kebahagiaan (Qs. Hud11:108), yang berbahagia karena kebajikan-kebajikannya.[45]

Para penghuni surga itu disucikan dari segala dosa, segala keinginan terpenuhi, dimuliakan dengan segala kenikmatan, masing-masing orang memiliki tahta beserta hiasannya, dengan pelayanan minum-minuman yang sedap rasanya sesuai keinginan surgawi dalam piala-piala yang indah yang dibawakan oleh para bidadari yang “jinak” (Qs. Al-Sāffāt37; 40-49, 60-62). Di sinilah kaum mukmin memperoleh segala yang dikehendakinya (Qs. Qaaf50;35). Orang-orang beriman ini akan berkumpul kembali dengan keluargannya atau yang dikasihinnya di dunia dulu, jika memang sama-sama beriman, dan masing-masing tak ada yang pahalanya berkurang (walaupun mungkin di dunia dulunya sebagian amal dan do’anya, pahala diperuntukkan bagi keluarganya yang lain –Qs. Al-Tūr52;21). Dan tentu saja kebahagiaan tertinggi adalah diberikannya mereka wajah yang berseri-seri dan dengan wajah itulah mereka “melihat Tuhan” [ru’yah] (Qs. Al-Qiyamah75;22-23).

Surga diciptakan oleh Allāh tidak hanya satu jenis. Sejauh pernyataan harfiyah al-Qur`ān, surga berjumlah empat. Empat surga itu pun oleh Allāh diklasifikasikan dalam dua gambaran. Pertama, surga yang terdiri dari pohon-pohonan serta buah-buahan, memiliki dua mata air, segala buah dan makanan yang diinginkan berdatangan sendiri, penghuninya duduk dalam permadani sutra di bawah rerimbunan pepohonan dengan didampingi oleh bidadari yang belum/tidak pernah tersentuh, seperti permata yakut dan marjān. Di sinilah segala bentuk kebaikan dibalas (Qs. Al-Rahmān55;46-63).[46]

Kedua, surga berwarna hijau yang memiliki dua mata air yang memancar, penuh dengan buah-buahan terutama kurma dan delima, juga dihiasi dengan bidadari yang baik dan cantik jelita yang dipingit dalam ruang-ruang khusus, serta belum pernah tersentuh, dengan kesucian abadi, mereka bercengkerama dan duduk-duduk dalam tahta hijau berpermadani indah. Semua ini tidak lain adalah menunjukkan keagungan Allāh (Qs. Al-Rahmān55; 64-78). Nampaknya surga kedua inilah yang lebih realistis, dan inilah surganya para Nabi, syuhadā’, shiddīqin, dan sālihīn. Di bawah yang berwarna hijau, masih ada yang berwarna kuning, merah, putih dan hitam sesuai dengan derajat penghuninya.[47]

Surga tersebut hanyalah disediakan bagi orang yang bertaqwa, dan mereka senantiasa selalu berusaha dan berdoa. Dalam Qs. Ali Imran3;15-17 dicantumkan sebagian ahli-ahli surga yakni yang melakukan;

1. Berdo’a rabbanā innanā āmannā fagfirlanā żunūbanā waqinā ‘ażāb al-nār, 2. Shabar, 3. Qānitāt [ketaatan yang tidak pernah luntur], 4. Menafkahkan hartanya dijalan Allāh, 5. Selalu meminta ampun di waktu sahur (sebelum fajar mendekati subuh).

Jadi surga merupakan alat tukar yang diberikan Allāh hanya kepada orang-orang yang memberikan jiwa dan hartanya demi jihad Islām,[48] bertaubat, beribadat, selalu memuji Allāh, melawat untuk mencari ilmu dan berjihad serta berpuasa, selalu ruku’ dan sujud, mengerjakan ‘amar ma’rūf nahi munkar secara aktif serta selalu memelihara hukum-hukum Allāh (Qs. Al-Taubah9;111-112). Mereka itulah yang disebut sebagai golongan kanan yang paling dulu beriman (Qs. Al-Wāqi’ah56;8-10), yang sebagian besarnya adalah ummat terdahulu sebelum Rasūlullāh, dan sebagian kecil adalah umat Rasūlullāh Muhammad (ayat 13-14).

Bagi mereka akan diberi pahala; (1) tahta dari emas, (2) selalu akrab antara satu dengan yang lain, (3) selalu muda, (4) disediakan segala macam minuman yang tidak memabukkan dan tidak membosankan, (5) tersedia segala aneka buah-buahan yang tiada henti, (6) daging-daging segala hewan, (7) bidadari yang seperti mutiara tersimpan, (8) tidak ada perkataan buruk sama sekali kecuali ucapan salām dan dikelilingi pohon-pohon bidara tanpa duri serta pisang-pisang yang indah dan lebat, (9) diberi naungan yang luas dan indah, (10) air yang senantiasa tercurah, (11) kasur-kasur tebal dengan bidadari yang tetap perawan, sebaya serta penuh cinta dan kasih-sayang.

Allāh juga membuat tamsilan surga itu sebagai tempat bagi orang yang bertaqwa yang sungai-sungainya mengalir terus menerus, buah-buahannya tumbuh tanpa henti, dan kerindangannya menaungi dengan teduh (Qs. Al-Ra’d13:35). Sedangkan sungai-sungai itu tidak pernah rusak, sungai susunya tidak pernah berubah cita rasanya, sungai-sungai minuman yang lezat, sungai madu yang murni-bersih, segala macam, buah-buahan, dan disertai dengan penuhnya ampunan Allāh. Dan ini berkebalikan dengan kondisi neraka yang disiapkan konsumsinya dengan air yang mendidih dan api menggelegak (Qs. Muhammad 47:15).

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa janji surga yang diiringi dengan janji adanya bidadari di surga hanya menyangkut amal-amal tertentu, walaupun secara umum disebutkan bahwa hal itu teruntuk bagi orang beriman dan beramal sālih}.

al-S{ābūnī menyebutkan bahwa kabar gembira dengan surga yang teriring dengan janji pasangan bidadari diperuntukkan bagi orang beriman yang bertaqwa, menegakkan keimanan dan ketaqwaannya dengan perilaku sehari-hari,[49] dan di dunia termasuk orang yang muhsinun, yang merupakan hasil terkumpulnya watak keimanan dan amal sālih},[50] mengutamakan kebajikan dalam segala segi (al-abrār) dan mengataskan keataatan kepada Allāh,[51] yang dengan al-abrār serta al-‘amal al-sālih} itulah di akhirat wajah mereka akan diputihkan oleh Allāh.[52]

Keimanan mereka adalah suatu sikap pembenaran total atas ayat-ayat Allāh, yang dengan itu ia benar-benar berserah diri atas hukum-hukum Allāh serta semua perintah-Nya, dan berislām atas-Nya dengan menekadkan dalam hatinya untuk selalu mentaati-Nya.[53]

Bagi mereka, menurut al-Sābūnī, selain mendapatkan balasan berkumpul dengan keluarga, yakni isteri/suami (syarikahum) dan anak-anaknya, juga mendapatkan balasan bidadari sebagai pasangan dan pendampingntya.[54] Jadi, di sini secara jelas, al-Sābūnī membedakan antara isteri/suami bagi ahli surga dengan bidadari. Ini berarti al-Sābūnī memegang pendapat yang menyatakan bahwa bidadari khusus diciptakan di surga.

Karakter lain yang disebut al-Sābūnī, bagi hamba yang mendapatkan nikmat tambahan bidadari adalah seorang hamba yang di saat berdiri menyembah Tuhannya selalu merasa takut karena ia menghisab dirinya atas amalnya sendiri.[55] Sifat khāfa ini tentunya adalah sebagai efek ketaqwaan yang mendalam dalam diri seorang mukmin, yang disebut sebagai selalu berhati-hati dalam menjaga dan mensucikan kerimanannya,[56] sehingga keadaannya mendatangkan kekaguman dari Allāh dan penghuni langit.[57]

Dari hisabnya itulah, kemudian seorang beriman selalu berbuat kebajikan dengan penuh keikhlasan. al-Sābūnī juga menyatakan bahwa hamba yang mendapat karunia surga beserta bidadarinya adalah orang beriman yang dalam beribadahnya dihiasi dengan keikhlasan meng-Esakan Allāh (ikhlas tauhīd). Sehingga bukan karena dorongan takut akan ‘ażāb. Ia tidak pernah kendor dalam hisab pribadinya, tidak pernah bertambah kejelekannya, justru amal kebaikannya yang selalu meningkat.[58]

al-Sābūnī juga menyebutkan karakter; seseorang yang selalu menjadi pelopor atas kebaikan (al-khairāt) dan keadaban (al-hasanāt), baik dari kalangan umat era Nabi maupun dalam masa akhir, selalu mendekatkan diri kepada Allāh, di dalam kesendirian dunia, dalam naungan ‘arsy, dan di tempat ibadah yang dimuliakan,[59] atau tegasnya orang yang dalam ketaqwaannya berada dalam kepengikutan pola Rasūlullāh.[60] Merekalah penghuni tetap surga selamanya.[61] Sebab memang surga disediakan oleh Allāh bagi pemilik sifat di atas –disertai dengan jihad dan bertaubat- yang nikmat-nikmatnya tidak akan berakhir, kebahagiaan penduduknya tidak pernah surut dan segala apa yang diterima mereka tidak bisa dikira-kirakan, apalagi dihitung.[62] Sehingga penggambarannya hanya dapat dilakukan dengan simbol-simbol yang gampang dimengerti manusia.

Jadi terhadap pertanyaan, apakah semua orang beriman yang masuk surga pasti mendapatkan balasan bidadari? Maka dalam hal ini memang dalam tafsīr Safwah -nya, al-Sābūnī tidak pernah menyatakan secara tegas, namun melihat klasifikasi yang disebutkan di atas, nampaknya, jawabannya tidak semua yang masuk surga pasti mendapatkan bidadari. Hanya yang memiliki karakter amal sālihdi atas yang mendapatkan kelengkapan bidadari, sehingga inilah jawaban atas pertanyaan mengapa pahala bidadari disebut sebagai nikmat tambahan.

Klasifikasi tersebut juga mengisyaratkan bahwa yang terpenting bukanlah mendapatkan bidadarinya, akan tetapi jenis amal perbuatan yang menyebabkan seseorang mendapatkan kesempurnaan balasan dengan simbol bidadari itulah yang menjadi tujuan simbol tersebut.

Simbolitas ini semakin nampak, jika ditilik dari segi sastra. al-Sābūnī mengungkapkan bahwa balasan Allāh berupa bidadari yang elok dan belum pernah tersentuh, jelas merupakan bentuk penggambaran yang tidak menyebutkan sisi penggambarannya, oleh karena kata bantu penggambarannya tidak disebutkan pula maka dalam disiplin ilmu sastra arab disebut tasybīh-mursal-mujmal.[63]

Dengan simbolitas-simbolitas itulah, kesenangan manusia yang terpendam dalam dirinya diusik agar berubah menjadi motivasi positif bagi kehidupan keagamaannya. Maka pertanyaan Allāh yang diulang-ulang dalam Qs. Al-Rahmān menjadi sangat relevan, “ni’mat Tuhan yang mana yang bisa kamu dustakan?”. Menurut al-Sābūnī, pertanyaan ini mengandung teguran keras dan celaan,[64] karena tidak ada nikmat yang bisa didustakan, namun dalam prakteknya manusia banyak yang tidak mengaplikasikan. Jadi ruh ayat-ayat simbol tersebut bukan pada bentuk simbolnya, akan tetapi ruhnya adalah kata “ni’mat” sebagai balasan amal kebajikan di surga.[65]

[1] M. Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafāsīr, jl. I, hlm. 36.

[2] Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Qs. Al-Wāqi’ah 35-38).

[3] Safwah al-Tafāsīr , jl. III, hlm. 291.

[4] Ibid., hlm. 291.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid. Bandingkan dengan Tafsīr al- Qurtubī jl. 17, hlm. 210.

[8] Safwah al-Tafāsīr , jl. III, hlm. 291-292.

[9] Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Tamasya ke Surga, Terj. Fadhli Bahri, Lc, (Jakarta: Darul Falah, cetakan ketujuh, 1424). hlm. 339-340.

[10] Ibid., hlm. 343-345.

[11] Firuzabadī, Op. Cit., hlm. 376.

[12] Ibnu Qayyim, Op. Cit. hlm. 308.

[13] Mushţafa Bisyri, al-Ubairiz fī Tafsīr Garāib al-Qur’ān al-‘Azīz, Pustaka Progresif, Surabaya, 2000. hlm. 313.

[14] M. Ali al-Sabuni, Op, Cit, jl. III, hlm. 289.

[15] Bandingkan dengan Ibid., hlm. 470.

[16] Ibid.

[17] Ibid.

[18] Ibnu Qayyim, Op. Cit., hlm. 309.

[19] Ibid., hlm. 310-311.

[20] M. Ali al-Sabuni, Op, Cit, jl. I, h.36.

[21] Ibid., hlm.36.

[22] Ibid., jl. III, hlm. 283.

[23] Ibid.

[24] Ibid., hlm. 282.

[25] Ibid.

[26] Ibid., hlm. 283-284.

[27] Ibid.

[28] Ibid.

[29] Ibid., hlm. 291.

[30] Ibid.

[31] Ibid.

[32] Ibid.

[33] Ibid.

[34] Ibid.

[35] Ibid., hlm. 290.

[36] Ibid.

[37] Ibid., hlm. 485.

[38] Ibid., hlm. 291.

[39] Ibid., hlm. 153.

[40] Ibid., hlm. 246.

[41] Muhammad Sholikhin. Berwisata ke Alam Akhirat, (Semarang: Risalah Pengajian Paguyuban ‘Arafah), 2001, hlm. 152.

[42] al-Marbawī, Qāmus Idrīs al-Marbawī ‘Arabī-Malayū, Dār Ihyā’al-Kutub al-‘Arabiyyah Indūnisia, t.t. hlm. 110.

[43] Qs. Al-Hijr15;43-48; lihat Muhammad ‘Alī al-Sābūnī. Safwah al-Tafāsīr Tafsīr al-Qur`ān al-‘Adzim, (Jakarta: Dār al-Kutub al-Islāmiyah, 1999/1420), jl. II, h.112.

[44] Ibid., jl. I, hlm. 63.

[45] Ibid., jl. II, hlm. 35.

[46] Muhammad Sholikhin, Op. Cit., hlm. 154-155.

[47] Ibid.

[48] M. Ali al-Sabuni, Op, Cit, jl. I, hlm. 525-526.

[49] Ibid., jl. III, hlm. 165.; lihat juga jl. I, 172.

[50] Ibid., hlm. 36.

[51] Ibid., jl. III, hlm. 485.

[52] Ibid., jl. I, hlm. 202.

[53] Ibid., jl. III, hlm. 153.

[54] Ibid., hlm. 246.

[55] Ibid., hlm. 281.

[56] Ibid., hlm. 288.

[57] Ibid., juga hlm. 290.

[58] Ibid., hlm. 29.

[59] Ibid., hlm. 289.

[60] Ibid., hlm. 56.

[61] Ibid., jl. I, hlm. 232.

[62] Ibid., jl. I, hlm. 525; juga lihat Sayid Sabiq, al-‘Aqā’id al-Islāmiyah, Dār al-Fikr, Beirut, 1992, hlm. 302.

[63] Ibid., jl. III, hlm. 298; juga Ali al-Jarimi dan Mushtafa Amin, al- Balagah al-Wadihah, hlm. 25.

[64] Ibid., jl. III, h.288.

[65] lihat misalnya Ibid., h.31 dan 282. Nampak bahwa pensifatan atas bidadari sebenarnya bukan mengacu kepada bidadarinya itu sendiri, tetapi justru ditujukan kepada ni’mat yang diterima oleh penghuni surga.

———-

Disarikan dari Skripsi berjudul Bidadari Surga Menurut Ali Al-Shabuni karangan Ali Murtadzo.

.
.copas....

Isteri dunia dan Bidadari surga

Assalamu’alaykum wr. wb.

Saya seorang suami yang baru berumah tangga selama dua tahun, sudah hampir satu tahun ini saya ditinggal wafat oleh istri tercinta yang sedang hamil delapan bulan anak pertama yang sangat kami harapkan.

Pertanyaan saya, apakah ada doa khusus yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk mendoakan wafat seorang istri yang sedang hamil supaya di akhirat nanti saya dapat bertemu dan berkumpul kembali bersama mereka? syukron jazakumullah.

Wassalamu’alaykum wr. wb.

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Doa untuk orang yang sudah meninggal adalah sebagai berikut:

ُ، ﻋَﻨْﻪ ُ وَاﻋْﻒ ِ وَﻋﺎﻓِﻪ ُ، وَارْﺣَﻤْﻪ ُ ﻟَﻪ ْ اﻏْﻔِﺮ َّ اﻟﻠﱠﻬُﻢ ” واﻟﺜﱠﻠْﺞِ ِ ﺑﺎﻟﻤَﺎء ُ وَاﻏْﺴِﻠْﻪ ُ، ﻣُﺪْﺧَﻠَﻪ ْ وَوَﺳﱢﻊ ُ، ﻧُﺰُﻟَﻪ ْ وأﻛْﺮِم اﻟﺜﱠﻮْبَ َ ﻧَﻘﱠﻴْﺖ ﻛﻤﺎ اﻟﺨَﻄﺎﻳﺎ َ ﻣﻦ ِ وﻧَﻘﱢﻪ ِ، وَاﻟﺒَﺮَد

ِ، دَارِه ْ ﻣِﻦ ً ﺧَﻴْﺮا ً دَارا ُ وأﺑْﺪِﻟْﻪ ِ، اﻟﺪﱠﻧَﺲ َ ﻣِﻦ َ اﻷﺑْﻴَﺾ

ِ، زَوْﺟِﻪ ْ ﻣِﻦ ً ﺧَﻴْﺮا ً وَزَوْﺟﺎ ِ، أﻫْﻠِﻪ ْ ﻣِﻦ ً ﺧَﻴْﺮا ً وَأﻫْﻼ ﻣِﻦْ أو ِ اﻟﻘَﺒْﺮ ِ ﻋَﺬَاب ْ ﻣِﻦ ُ وأﻋِﺬْه َ، اﻟﺠَﻨﱠﺔ ُ وأدْﺧِﻠْﻪ

ِ “ اﻟﻨﱠﺎر ِ ﻋَﺬَاب

Didalam riwayat muslim lainnya disebutkan ” اﻟﻨﱠﺎرِ َ وَﻋَﺬَاب ِ اﻟﻘَﺒْﺮ َ ﻓﺘْﻨَﺔ ِ وَﻗِﻪ ”

Dan apabila anda ingin menambah doa-doa lainnya yang secara khusus ditujukan untuk istri anda maka diperbolehkan bagi anda dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berdoa sekehendak anda untuk kebaikannya di akhirat serta kebaikan anda dan keluarga yang ditinggalkannya.

Dalam hal berdoa dengan menggunakan bahasa selain arab ini maka Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa berdoa diperbolehkan dengan menggunakan bahasa arab dan selain bahasa arab. Dan Allah swt mengetahui maksud dari orang yang berdoa dan keinginannya walaupun orang yang bersangkutan kurang baik didalam menyebutkannya. Dan Allah swt mengetahui kegaduhan suara-suara yang berdoa dengan berbagai bahasa untuk berbagai macam keperluan.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 488 – 489)

Bagaimana Keadaan Seorang Istri di Surga

Adapun jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan. Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.

Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya.

Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” (Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya,”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya saw di surga.”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

.
.
.copas....

Seperti apa bidadari surga?

Bidadari Surga adalah makhluk surga yang diciptakan Allah dari tetesan air hujan dari awan yang ada di atas Arsy. Dalam suatu riwayat hadits dijelaskan :

Bahwasanya segumpal awan menurunkan hujan dari bawah ‘Arasy. Maka dari tetesan-tetesan hujan para bidadari diciptakan, Kemudian masing-masing ditempatkan dalam sebuah kemah ditepi sungai, luasnya 40 mil. Kemah itu tidak berpintu sehingga ketika seorang wali Allah datang ke kemah itu, ternyata kemah itu tidak punya satu pun pintu. Dengan demikian, mereka dia tahu bahawa mata makhluk apapun yang melihat mereka, baik itu malaikat maupun pelayan surga tidak sampai mempengaruhi mereka. Bidadari-Bidadari itu memang perempuan yang dibatasi (maqshuuraat) yakni dibatasi pandangan mata mereka dari segala makhluk, selain suami mereka. (Al-Hadist).

Sesungguhnya Allah Swt menciptakan wujud bidadari itu dari empat warna : putih, hijau, kuning dan merah. Allah menciptakan tubuhnya dari za’faran, misik, anbar, dan kafur. Rambutnya dari sutra. Mulai dari jari-jari kakinya sampai kelututnya dari zafaran yang semerbak mewangi. Mulai dari kedua lututnya sampai kedua payudaranya dari anbar. Mulai dari lehernya sampai kekepalanya dari kafur. Jika salah satu dari mereka meludah sekali dibumi, maka (maka semua sumur dan lautan dipermukaan bumi ini) menjadi misik. Didadanya tertulis nama suaminya dan nama Allah dari beberapa Asma’ul Husna. Setiap tangan mereka terdapat gambar pada jari-jarinya terdapat sepuluh cincin dari jauhar dan mutiara (Al-Hadist).

Para bidadari surga juga selalu khusyuk berdo’a untuk suaminya yang masih berada di dunia supaya Allah mempermudah urusannya dalam menjalankan perintah agama. Dalam suatu hadits disebutkan : Sesunggunya para bidadari berdoa untuk para suami mereka saat para suami mereka masih berada didunia. Mereka berkata : “Ya Allah, tolonglah dia dalam menjalankan agama; hadapkan dia dengan dengan hatinya untuk taat kepada-Mu; dan sampaikan kami kepada kami, demi kemulian-Mu, Wahai Tuhan Maha Penyayang diantara semua orang penyayang,” (Al-Hadist).

Keindahan wajahnya sangat elok dan wanginya bidadari juga sangat wangi sehingga tidak bisa dibayangkan dengan akal saja, bahkan jika seandainya bidadari turun kedunia maka kecantikannya akan menyinari langit dan bumi bagaikan matahari yang menyinari siang hari. Jilbabnya saja sungguh lebih baik daripada seluruh dunia dan seisinya. Dalam suatu hadits disebutkan :

Seandainya bidadari menampakkan wajahnya, niscaya kecantikannya akan menyinari langit dan bumi. Seandainya wanita surga muncul kedunia, niscaya keharumannya memenuhi seluruh penjuruh dunia (Al-Hadis)

Rasulullah bersabda yang artinya: “Kalau seandainya wanita surga menengok ke bumi, niscaya antara langit dan bumi bercahaya dan penuh dengan bau harum, dan jilbab bidadari lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. al-Bukhari no.2796 dari sahabat Anas bin Malik)

Mereka (bidadari) adalah makhluk yang disucikan oleh Allah yang tidak pernah mengeluarkan kotoran dan belum pernah disentuh oleh siapapun juga. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas berkata: “(istri-istri surga) mereka tidak haid, tidak mengeluarkan hadats (kencing dan kotoran) dan tidak pula mengeluarkan ingus.

Mujahid berkata: “Mereka tidak kencing dan tidak buang kotoran besar, tidak mengeluarkan madzi dan mani, tidak meludah, tidak mengeluarkan ingus dan tidak pula melahirkan.”

Dalam Al-Qur’an dijelaskan : “Katakanlah, inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan.”(al-Imran:15)

Orang-orang yang beriman di dalam surga bersenang-senang dengan istri-istri mereka sampai lupa dengan lupa dengan penderitaan yang pernah mereka alami didunia dan penderitaan para penghuni neraka, sehingga tidak ingat dan tidak memperhatikan mereka.

.
.copas

Berapa jumlah bidadari surga?

Para ulama telah berselisih menjadi dua Para ulama telah berselisih menjadi dua pendapat tentang berapakah jumlah pendapat tentang berapakah jumlah minimal bidadari (yang diciptakan Allah minimal bidadari (yang diciptakan Allah di surga) yang akan diperoleh setiap di surga) yang akan diperoleh setiap lelaki penghuni surga?, lelaki penghuni surga?,

Pendapat pertama menyatakan bahwa Pendapat pertama menyatakan bahwa setiap penghuni surga akan setiap penghuni surga akan

wanita-mendapatkan dua istri dari wanita-

dari

istri

dua

mendapatkan

wanita dunia dan 70 bidadari dari al-wanita dunia dan 70 bidadari dari al-huur al-‘iiin (bidadari yang diciptakan di huur al-‘iiin (bidadari yang diciptakan di surga). Dan inilah pendapat yang dipilih surga). Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-‘Irooqi, beliau berkata oleh Al-‘Irooqi, beliau berkata

ﺗﺒﻴﻦ ﺗﺒﻴﻦ ﻗﺪ ﻗﺪ ﻟﻪ ﻟﻪ ﻳﻜﻮن ﻳﻜﻮن ﻣﺎ ﻣﺎ أﻗﻞ أﻗﻞ وأن وأن ، ، اﻟﺪﻧﻴﺎ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻧﺴﺎء ﻧﺴﺎء ﻣﻦ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺔ اﻟﺠﻨﺔ ﻟﺴﺎﻛﻦ ﻟﺴﺎﻛﻦ

ﺑﺒﻘﻴﺔ ﺑﺒﻘﻴﺔ

اﻟﺮواﻳﺎت اﻟﺮواﻳﺎت

أن أن

اﻟﺰوﺟﻴﻦ اﻟﺰوﺟﻴﻦ

أﻗﻞ أﻗﻞ

ﻳﻜﻮن ﻳﻜﻮن ﻣﺎ ﻣﺎ

زوﺟﺔ زوﺟﺔ ﺳﺒﻌﻮن ﺳﺒﻌﻮن اﻟﻌﻴﻦ اﻟﻌﻴﻦ اﻟﺤﻮر اﻟﺤﻮر ﻣﻦ ﻣﻦ

riwayat-riwayat “Telah jelas dengan riwayat-riwayat

dengan

jelas

“Telah

hadits yang lain bahwasanya minimal hadits yang lain bahwasanya minimal bagi penghuni surga dua orang istri dari bagi penghuni surga dua orang istri dari wanita dunia dan 70 istri dari bidadari” wanita dunia dan 70 istri dari bidadari” (Torh At-Tatsriib 8/270). (Torh At-Tatsriib 8/270).

Dalil pendapat ini adalah sabda Nabi Dalil pendapat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَدْﻧَﻰ أَدْﻧَﻰ َّ َّ إِن إِن ﻟَﺜَﻼَثَ ﻟَﺜَﻼَثَ ُ ُ ﻟَﻪ ﻟَﻪ َّ َّ وَإِن وَإِن ُ، ُ، اﻟﺴﱠﺎﺑِﻌَﺔ اﻟﺴﱠﺎﺑِﻌَﺔ ُ ُ وَﻓَﻮْﻗَﻪ وَﻓَﻮْﻗَﻪ ِ، ِ، اﻟﺴﱠﺎدِﺳَﺔ اﻟﺴﱠﺎدِﺳَﺔ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻠَﻰ َ َ وَﻫُﻮ وَﻫُﻮ

دَرَﺟَﺎت دَرَﺟَﺎت َ َ ﻟَﺴَﺒْﻊ ﻟَﺴَﺒْﻊ ُ ُ ﻟَﻪ ﻟَﻪ َّ َّ إِن إِن ً، ً، ﻣَﻨْﺰِﻟَﺔ ﻣَﻨْﺰِﻟَﺔ ِ ِ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ ِ ِ أَﻫْﻞ أَﻫْﻞ

ٍ، ٍ،

ﻣِﺎﺋَﺔ ﻣِﺎﺋَﺔ وَإِنﱠ وَإِنﱠ ، ، اﻟﺪﱡﻧْﻴَﺎ اﻟﺪﱡﻧْﻴَﺎ َ َ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ِ ِ أَزْوَاﺟِﻪ أَزْوَاﺟِﻪ ﺳِﻮَى ﺳِﻮَى ً ً زَوْﺟَﺔ زَوْﺟَﺔ َ َ وَﺳَﺒْﻌِﻴﻦ وَﺳَﺒْﻌِﻴﻦ

ﺧَﺎدِم ﺧَﺎدِم ِ ِ

اﻟْﺤُﻮر اﻟْﺤُﻮر َ َ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ُ ُ ﻟَﻪ ﻟَﻪ َّ َّ وَإِن وَإِن

اﻟْﻌِﻴﻦ اﻟْﻌِﻴﻦ ِ ِ

ﻻَﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻻَﺛْﻨَﻴْﻦِ ِ ِ

ٍ، ... ٍ، ...

اﻟْﻮَاﺣِﺪَة اﻟْﻮَاﺣِﺪَة

ﻣِﻨْﻬُﻦ ﻣِﻨْﻬُﻦ َ َ

ﻟَﻴَﺄْﺧُﺬ ﻟَﻴَﺄْﺧُﺬ َّ َّ

ﻣَﻘْﻌَﺪُﺗﻬَﺎ ﻣَﻘْﻌَﺪُﺗﻬَﺎ

ﻣِﻴﻞ ﻣِﻴﻞ َ َ ﻗَﺪْر ﻗَﺪْر

اﻷَرْضِ اﻷَرْضِ َ َ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ٍ ٍ

“Sesungguhnya penghuni surga yang “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya memiliki paling rendah kedudukannya memiliki tujuh derajat (tingkatan), dan ia berada tujuh derajat (tingkatan), dan ia berada di tingkat yang ke enam, di atasnya di tingkat yang ke enam, di atasnya tingkat yang ketujuh. Ia memiliki tiga tingkat yang ketujuh. Ia memiliki tiga ratus pelayan… dan ia memiliki 72 istri ratus pelayan… dan ia memiliki 72 istri dari al-huur al-‘iin (bidadari) selain istri-dari al-huur al-‘iin (bidadari) selain istri-

Dan istrinya dari para wanita dunia. Dan

wanita dunia.

istrinya dari para

salah seorang dari para bidadari salah seorang dari para bidadari tersebut tempat duduknya seukuran tersebut tempat duduknya seukuran satu mil di dunia” satu mil di dunia” (HR Ahmad 2/537 no (HR Ahmad 2/537 no 10945, hadits ini adalah hadits yang 10945, hadits ini adalah hadits yang lemah, pada isnadnya ada perawi yang lemah, pada isnadnya ada perawi yang

bin lemah yang bernama Syahr bin

Syahr

bernama

yang

lemah

Hausyab) Hausyab)

Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Haafiz Ibnu Hajar, beliau berkata tatkala Haafiz Ibnu Hajar, beliau berkata tatkala menjelaskan hadits yang diriwayatkan menjelaskan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh dari Nabi shallallahu oleh Abu Huroiroh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘alaihi wa sallam:

أَوﱠل أَوﱠل وَﻻَ وَﻻَ َ َ ﻳَﻤْﺘَﺨِﻄُﻮْن ﻳَﻤْﺘَﺨِﻄُﻮْن َ َ وَﻻ وَﻻ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻓِﻴْﻬَﺎ َ َ ﻳَﺒْﺼُﻘُﻮْن ﻳَﺒْﺼُﻘُﻮْن َ َ ﻻ ﻻ ِ ِ اﻟْﺒَﺪْر اﻟْﺒَﺪْر َ َ ﻟَﻴْﻠَﺔ ﻟَﻴْﻠَﺔ

زُﻣْﺮَة زُﻣْﺮَة ُ ُ

اﻟْﺠَﻨﱠﺔ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ ُ ُ ﺗَﻠِﺞ ﺗَﻠِﺞ ٍ ٍ

ﺻُﻮْرَﺗُﻬُﻢ ﺻُﻮْرَﺗُﻬُﻢ َ َ

ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻠَﻰ ْ ْ

ﺻُﻮْرَة ﺻُﻮْرَة

اﻟْﻘَﻤَﺮِ اﻟْﻘَﻤَﺮِ ِ ِ

ﻳَﺘَﻐَﻮﱠﻃُﻮْن ﻳَﺘَﻐَﻮﱠﻃُﻮْن ورﺷﺤﻬﻢ ورﺷﺤﻬﻢ اﻷﻟﻮة اﻷﻟﻮة ْ ْ وَﻣَﺠَﺎﻣِﺮُﻫُﻢ وَﻣَﺠَﺎﻣِﺮُﻫُﻢ ِ ِ وَاﻟْﻔِﻀﱠﺔ وَاﻟْﻔِﻀﱠﺔ ِ ِ اﻟﺬﱠﻫَﺐ اﻟﺬﱠﻫَﺐ

آﻧِﻴَﺘُﻬُﻢ آﻧِﻴَﺘُﻬُﻢ َ َ

ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻓِﻴْﻬَﺎ ْ ْ

اﻟﺬﱠﻫَﺐ اﻟﺬﱠﻫَﺐ

أَﻣْﺸَﺎﻃُﻬُﻢ أَﻣْﺸَﺎﻃُﻬُﻢ ُ ُ

ﻣِﻦَ ﻣِﻦَ ْ ْ

ﺳُﻮْﻗِﻬِﻤَﺎ ﺳُﻮْﻗِﻬِﻤَﺎ ُ ُ ﻣُﺦ ﻣُﺦ ﻳُﺮَى ﻳُﺮَى ِ ِ زَوْﺟَﺘَﺎن زَوْﺟَﺘَﺎن ْ ْ ﻣِﻨْﻬُﻢ ﻣِﻨْﻬُﻢ ٍ ٍ وَاﺣِﺪ وَاﺣِﺪ ِّ ِّ وَﻟِﻜُﻞ وَﻟِﻜُﻞ ُ ُ اﻟْﻤِﺴْﻚ اﻟْﻤِﺴْﻚ وَﻻَ وَﻻَ ْ ْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢ َ َ اﺧْﺘِﻼَف اﺧْﺘِﻼَف وَﻻَ وَﻻَ ِ ِ اﻟْﺤَﺴَﻦ اﻟْﺤَﺴَﻦ َ َ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ِ ِ اﻟﻠﱠﺤْﻢ اﻟﻠﱠﺤْﻢ ِ ِ وَرَاء وَرَاء ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ

ﺗَﺒَﺎﻏُﺾ ﺗَﺒَﺎﻏُﺾ وَﻋَﺸِﻴﺎ وَﻋَﺸِﻴﺎ ً ً ﺑُﻜْﺮَة ﺑُﻜْﺮَة

ﻗُﻠُﻮْﺑُﻬُﻢ ﻗُﻠُﻮْﺑُﻬُﻢ َ َ

ﻗَﻠْﺐ ﻗَﻠْﺐ ْ ْ

رَﺟُﻞ رَﺟُﻞ ُ ُ

وَاﺣِﺪ وَاﺣِﺪ ٍ ٍ

ﻳُﺴَﺒﱢﺤُﻮْن ﻳُﺴَﺒﱢﺤُﻮْن ٍ ٍ

ﷲَ ﷲَ َ َ

“Rombongan yang pertama kali masuk “Rombongan yang pertama kali masuk

bentuk surga bentuk mereka seperti bentuk

seperti

mereka

bentuk

surga

rembulan di malam purnama, mereka rembulan di malam purnama, mereka tidak berludah, tidak beringus, tidak tidak berludah, tidak beringus, tidak buang air. Bejana-bejana mereka dari buang air. Bejana-bejana mereka dari emas, sisir-sisir mereka dari emas dan emas, sisir-sisir mereka dari emas dan perak, pembakar gaharu mereka dari perak, pembakar gaharu mereka dari kayu india, keringat mereka beraroma kayu india, keringat mereka beraroma misik, dan bagi setiap mereka dua orang misik, dan bagi setiap mereka dua orang

betis istri, yang Nampak sum-sum betis

sum-sum

Nampak

yang

istri,

mereka di balik daging karena mereka di balik daging karena

Tidak ada perselisihan di kecantikan. Tidak ada perselisihan di

kecantikan.

antara mereka, tidak ada permusuhan, antara mereka, tidak ada permusuhan, hati-hati mereka hati yang satu, mereka hati-hati mereka hati yang satu, mereka bertasbih kepada Allah setiap pagi dan bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang” petang” (HR Al-Bukhari no 3073) (HR Al-Bukhari no 3073)

Ibnu Hajar berkata, “Dan sabda Nabi Ibnu Hajar berkata, “Dan sabda Nabi

وَﻟِﻜُﻞ وَﻟِﻜُﻞ زَوْﺟَﺘَﺎنِ زَوْﺟَﺘَﺎنِ ْ ْ ﻣِﻨْﻬُﻢ ﻣِﻨْﻬُﻢ “Masing-masing mereka “Masing-masing mereka

وَاﺣِﺪٍ وَاﺣِﺪٍ ِّ ِّ

shallallahu ‘alaihi wa sallam shallallahu ‘alaihi wa sallam

mendapatkan dua istri”, yaitu istri dari mendapatkan dua istri”, yaitu istri dari para wanita dunia. Imam Ahmad telah para wanita dunia. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari sisi yang lain dari meriwayatkan dari sisi yang lain dari Abu Huroiroh secara marfuu’ tentang Abu Huroiroh secara marfuu’ tentang sifat penghuni surge yang paling rendah sifat penghuni surge yang paling rendah kedudukannya bahwasana ia memiliki kedudukannya bahwasana ia memiliki 72 bidadari selain istri-istrinya yang dari 72 bidadari selain istri-istrinya yang dari dunia” (Fathul Baari 6/325) dunia” (Fathul Baari 6/325)

Adapun pendapat kedua, yaitu setiap Adapun pendapat kedua, yaitu setiap penghuni surga akan memperoleh dua penghuni surga akan memperoleh dua

dari istri. Dan dua istri ini adalah dari

adalah

ini

istri

dua

Dan

istri.

kalangan bidadari surga, dan bukan dari kalangan bidadari surga, dan bukan dari

Dalam kalangan para wanita dunia. Dalam

dunia.

wanita

para

kalangan

riwayat yang lain ada tambahan lafal riwayat yang lain ada tambahan lafal yang menafsirkan dengan tegas bahwa yang menafsirkan dengan tegas bahwa dua istri tersebut adalah dari kalangan dua istri tersebut adalah dari kalangan bidadari. Dalam riwayat yang lain bidadari. Dalam riwayat yang lain

أَوﱠل أَوﱠل ﻓِﻲ ﻓِﻲ ٍّ ٍّ دُرﱢي دُرﱢي ٍ ٍ ﻛَﻮْﻛَﺐ ﻛَﻮْﻛَﺐ ِ ِ ﻛَﺄَﺣْﺴَﻦ ﻛَﺄَﺣْﺴَﻦ ْ ْ آﺛَﺎرِﻫِﻢ آﺛَﺎرِﻫِﻢ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻠَﻰ َ َ وَاﻟﱠﺬِﻳْﻦ وَاﻟﱠﺬِﻳْﻦ

زُﻣْﺮَة زُﻣْﺮَة ُ ُ

ﺗَﺪْﺧُﻞ ﺗَﺪْﺧُﻞ ٍ ٍ

اﻟْﺠَﻨﱠﺔ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ ُ ُ

ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻠَﻰ َ َ

ﺻُﻮْرَة ﺻُﻮْرَة

اﻟْﻘَﻤَﺮ اﻟْﻘَﻤَﺮ ِ ِ

ﻟَﻴْﻠَﺔ ﻟَﻴْﻠَﺔ ِ ِ

اﻟْﺒَﺪْرِ اﻟْﺒَﺪْرِ َ َ

ﻻَ ﻻَ ٍ ٍ وَاﺣِﺪ وَاﺣِﺪ ٍ ٍ رَﺟُﻞ رَﺟُﻞ ِ ِ ﻗَﻠْﺐ ﻗَﻠْﺐ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﻠَﻰ ْ ْ ﻗُﻠُﻮْﺑُﻬُﻢ ﻗُﻠُﻮْﺑُﻬُﻢ ً ً إِﺿَﺎءَة إِﺿَﺎءَة ِ ِ اﻟﺴﱠﻤَﺎء اﻟﺴﱠﻤَﺎء زَوْﺟَﺘَﺎنِ زَوْﺟَﺘَﺎنِ ْ ْ ﻣِﻨْﻬُﻢ ﻣِﻨْﻬُﻢ ٍ ٍ اﻣْﺮِئ اﻣْﺮِئ ِّ ِّ ﻟِﻜُﻞ ﻟِﻜُﻞ َ َ ﺗَﺤَﺎﺳُﺪ ﺗَﺤَﺎﺳُﺪ َ َ وَﻻ وَﻻ ْ ْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢ َ َ ﺗَﺒَﺎﻏُﺾ ﺗَﺒَﺎﻏُﺾ

اﻟْﺤُﻮْر اﻟْﺤُﻮْر َ َ ﻣِﻦ ﻣِﻦ وَاﻟﻠﱠﺤْﻢِ وَاﻟﻠﱠﺤْﻢِ

اﻟْﻌِﻴْﻦ اﻟْﻌِﻴْﻦ ِ ِ

ﻳُﺮَى ﻳُﺮَى ِ ِ

ﺳُﻮْﻗِﻬِﻦ ﺳُﻮْﻗِﻬِﻦ ُ ُ ﻣُﺦ ﻣُﺦ

وَرَاء وَرَاء ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ َّ َّ

اﻟْﻌَﻈْﻢِ اﻟْﻌَﻈْﻢِ ِ ِ

“Rombongan yang pertama kali masuk “Rombongan yang pertama kali masuk surga dalam bentuk rembulan di malam surga dalam bentuk rembulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya purnama, dan rombongan berikutnya seperti bintang yang bersinar paling seperti bintang yang bersinar paling terang, hati-hati mereka satu hati, tidak terang, hati-hati mereka satu hati, tidak

dengki ada kebencian dan saling dengki

saling

dan

kebencian

ada

diantara mereka. Masing-masing diantara mereka. Masing-masing

dari mereka mendapatkan dua istri dari

istri

dua

mendapatkan

mereka

bidadari, yang Nampak sum-sum betis-bidadari, yang Nampak sum-sum betis-betis bidadari-bidadari tersebut di balik betis bidadari-bidadari tersebut di balik tulang dan daging (karena cantiknya)” tulang dan daging (karena cantiknya)” (HR Al-Bukhari no 3081 dan Muslim no (HR Al-Bukhari no 3081 dan Muslim no 7325) 7325)

Dan inilah pendapat yang diisyaratkan Dan inilah pendapat yang diisyaratkan oleh Ibnul Qoyyim, ketika menjelaskan oleh Ibnul Qoyyim, ketika menjelaskan

Hausyab lemahnya hadits Syahr bin Hausyab

bin

Syahr

hadits

lemahnya

diatas. Beliau berkata, “Hadits (Syahr diatas. Beliau berkata, “Hadits (Syahr bin Hausyab) ini munkar menyelisihi bin Hausyab) ini munkar menyelisihi hadits-hadits yang shahih, karena tinggi hadits-hadits yang shahih, karena tinggi 60 hasta (yang itu merupakan tinggi 60 hasta (yang itu merupakan tinggi penduduk surga sebagaimana penduduk surga sebagaimana

yang dijelaskan dalam hadits-hadits yang

hadits-hadits

dalam

dijelaskan

shahih-pen) tidaklah mungkin bisa shahih-pen) tidaklah mungkin bisa menjadikan tempat duduk penghuni menjadikan tempat duduk penghuni surga (sebagaimana dalam hadits Syahr surga (sebagaimana dalam hadits Syahr bin Hausyab di atas-pen) seukuran satu bin Hausyab di atas-pen) seukuran satu mil dunia. Yang terdapat di shahih al-mil dunia. Yang terdapat di shahih al-

Muslim Bukhari dan shahih Muslim

shahih

dan

Bukhari

bahwasanya rombongan pertama yang bahwasanya rombongan pertama yang masuk dalam surga masing-masing masuk dalam surga masing-masing dari mereka mendapatkan dua istri dari dari mereka mendapatkan dua istri dari kalangan bidadari, maka bagaimana kalangan bidadari, maka bagaimana

rendah bisa bagi orang yang paling rendah

paling

yang

orang

bagi

bisa

kedudukannya di surga memperoleh 72 kedudukannya di surga memperoleh 72 bidadari?” (Haadil Arwaah 106) bidadari?” (Haadil Arwaah 106)

Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh Mahmud syukri, dimana beliau berkata, Mahmud syukri, dimana beliau berkata,

hadits-hadits “Yang terdapat dalam hadits-hadits

dalam

terdapat

“Yang

yang shahih hanyalah ((Bagi masing-yang shahih hanyalah ((Bagi masing-masing penghuni surga dua istri)), dan masing penghuni surga dua istri)), dan tidak terdapat dalam shahih (Al-Bukhari tidak terdapat dalam shahih (Al-Bukhari dan Muslim) tambahan lebih dari dua dan Muslim) tambahan lebih dari dua istri. Jika hadits-hadits yang istri. Jika hadits-hadits yang menyebutkan tambahan (lebih) dari dua menyebutkan tambahan (lebih) dari dua istri adalah hadits-hadits yang shahih istri adalah hadits-hadits yang shahih maka maksudnya adalah gundik-gundik maka maksudnya adalah gundik-gundik sebagai tambahan selain dari dua istri… sebagai tambahan selain dari dua istri… atau maksudnya sang penghuni surga atau maksudnya sang penghuni surga diberi kekuatan untuk menjimak jumlah diberi kekuatan untuk menjimak jumlah bilangan (tambahan) tersebut. Dan bilangan (tambahan) tersebut. Dan inilah yang datang dalam hadits yang inilah yang datang dalam hadits yang

perawi shahih lantas sebagian perawi

sebagian

lantas

shahih

meriwayatkan dengan secara makna meriwayatkan dengan secara makna

setiap lalu berkata, “Maka bagi setiap

bagi

“Maka

berkata,

lalu

penghuni surga jumlah sekian dan penghuni surga jumlah sekian dan sekian bidadari” (Syarh Abyaatul sekian bidadari” (Syarh Abyaatul Jannah min Nuuniyah Ibnil Qoyyim 210-Jannah min Nuuniyah Ibnil Qoyyim 210-211), dan pendapat kedua inilah yang 211), dan pendapat kedua inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Al-Albani (Ad-dikuatkan oleh Syaikh Al-Albani (Ad-Dho’iifah dalam syarah hadits no 6103) Dho’iifah dalam syarah hadits no 6103)

Meskipun ada kekhususan bagi para Meskipun ada kekhususan bagi para syuhadaa’ (mereka yang mati di medan syuhadaa’ (mereka yang mati di medan jihad) maka bagi mereka 72 bidadari. jihad) maka bagi mereka 72 bidadari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bersabda ﻳُﻐْﻔَﺮَ ﻳُﻐْﻔَﺮَ ْ ْ أَن أَن ٍ ٍ ﺧِﺼَﺎل ﺧِﺼَﺎل َّ َّ ﺳِﺖ ﺳِﺖ َّ َّ وَﺟَﻞ وَﺟَﻞ َّ َّ ﻋَﺰ ﻋَﺰ ِ ِ اﻟﻠﱠﻪ اﻟﻠﱠﻪ َ َ ﻋِﻨْﺪ ﻋِﻨْﺪ ِ ِ ﻟِﻠﺸﱠﻬِﻴﺪ ﻟِﻠﺸﱠﻬِﻴﺪ َّ َّ إِن إِن اﻟْﺠَﻨﱠﺔِ اﻟْﺠَﻨﱠﺔِ ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ُ ُ ﻣَﻘْﻌَﺪَه ﻣَﻘْﻌَﺪَه وَﻳَﺮَى وَﻳَﺮَى ِ ِ دَﻣِﻪ دَﻣِﻪ ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ٍ ٍ دَﻓْﻌَﺔ دَﻓْﻌَﺔ ِ ِ أَوﱠل أَوﱠل ﻓِﻲ ﻓِﻲ ُ ُ ﻟَﻪ ﻟَﻪ

وَﻳُﺤَﻠﱠﻰ وَﻳُﺤَﻠﱠﻰ اﻷَْﻛْﺒَﺮِ اﻷَْﻛْﺒَﺮِ ِ ِ اﻟْﻔَﺰَع اﻟْﻔَﺰَع ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ َ َ وَﻳَﺄْﻣَﻦ وَﻳَﺄْﻣَﻦ ِ ِ اﻟْﻘَﺒْﺮ اﻟْﻘَﺒْﺮ ِ ِ ﻋَﺬَاب ﻋَﺬَاب ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ

اﻹِْﻳﻤَﺎن اﻹِْﻳﻤَﺎن َ َ ﺣُﻠﱠﺔ ﺣُﻠﱠﺔ

وَﻳُﺰَوﱠج وَﻳُﺰَوﱠج ِ ِ

اﻟْﺤُﻮر اﻟْﺤُﻮر ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ َ َ

اﻟْﻌِﻴﻦ اﻟْﻌِﻴﻦ ِ ِ

وَﻳُﺠَﺎرَ وَﻳُﺠَﺎرَ ِ ِ

“Bagi orang yang mati syahid di sisi “Bagi orang yang mati syahid di sisi Allah enam keutamaan, ia diampuni Allah enam keutamaan, ia diampuni tatkala pertama kali darahnya muncrat, tatkala pertama kali darahnya muncrat, ia melihat tempat duduknya di surga, ia ia melihat tempat duduknya di surga, ia dihiasi dengan gaun keimanan, dan ia dihiasi dengan gaun keimanan, dan ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia

dan diselamatkan dari adzab qubur, dan

qubur,

dari adzab

diselamatkan

diamankan tatkala hari kebangkitan” diamankan tatkala hari kebangkitan” (HR Ahmad no 17182, At-Thirmidzi no (HR Ahmad no 17182, At-Thirmidzi no 1663, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-1663, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 3213) Albani dalam As-Shahihah no 3213)

Perselisihan di atas adalah mengenai Perselisihan di atas adalah mengenai jumlah minimal bidadari yang akan jumlah minimal bidadari yang akan diperoleh para lelaki penghuni surgea. diperoleh para lelaki penghuni surgea.

mukmin Tentunya jika seorang mukmin

seorang

jika

Tentunya

menghendaki lebih dari dua bidadari menghendaki lebih dari dua bidadari maka akan dikabulkan oleh Allah maka akan dikabulkan oleh Allah berdasarkan keumuman firman Allah berdasarkan keumuman firman Allah

وَﻟَﻜُﻢ وَﻟَﻜُﻢ

ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ْ ْ

ﺗَﺸْﺘَﻬِﻲ ﺗَﺸْﺘَﻬِﻲ ﻣَﺎ ﻣَﺎ

أَﻧْﻔُﺴُﻜُﻢ أَﻧْﻔُﺴُﻜُﻢ

وَﻟَﻜُﻢ وَﻟَﻜُﻢ ْ ْ

ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ْ ْ

ﺗَﺪﱠﻋُﻮنَ ﺗَﺪﱠﻋُﻮنَ ﻣَﺎ ﻣَﺎ

Di dalamnya kamu memperoleh apa Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh yang kamu inginkan dan memperoleh

kamu (pula) di dalamnya apa yang kamu

yang

apa

dalamnya

di

(pula)

minta. minta. (QS Fusshilat : 31) (QS Fusshilat : 31)

Juga firman Allah Juga firman Allah

ﻳُﻄَﺎف ﻳُﻄَﺎف ﺧَﺎﻟِﺪُونَ ﺧَﺎﻟِﺪُونَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ْ ْ وَأَﻧْﺘُﻢ وَأَﻧْﺘُﻢ ُ ُ اﻷﻋْﻴُﻦ اﻷﻋْﻴُﻦ ُّ ُّ وَﺗَﻠَﺬ وَﺗَﻠَﺬ ُ ُ اﻷﻧْﻔُﺲ اﻷﻧْﻔُﺲ ِ ِ ﺗَﺸْﺘَﻬِﻴﻪ ﺗَﺸْﺘَﻬِﻴﻪ

ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢ ُ ُ

ﺑِﺼِﺤَﺎف ﺑِﺼِﺤَﺎف ْ ْ

ذَﻫَﺐ ذَﻫَﺐ ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ٍ ٍ

وَأَﻛْﻮَاب وَأَﻛْﻮَاب ٍ ٍ

وَﻓِﻴﻬَﺎ وَﻓِﻴﻬَﺎ ٍ ٍ

ﻣَﺎ ﻣَﺎ

٧١ ٧١ ) ) ) )

Diedarkan kepada mereka piring-piring Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya". (Az-mata dan kamu kekal di dalamnya". (Az-Zukhruf : 71) Zukhruf : 71)

Apa saja yang dihasratkan dan diminta Apa saja yang dihasratkan dan diminta oleh penghuni surga maka akan oleh penghuni surga maka akan dikabulkan oleh Allah. dikabulkan oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : juga bersabda : وَاﺣِﺪَةٍ وَاﺣِﺪَةٍ ٍ ٍ ﻟُﺆْﻟُﺆَة ﻟُﺆْﻟُﺆَة ْ ْ ﻣِﻦ ﻣِﻦ ً ً ﻟَﺨَﻴْﻤَﺔ ﻟَﺨَﻴْﻤَﺔ ِ ِ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ اﻟْﺠَﻨﱠﺔ ﻓِﻰ ﻓِﻰ ِ ِ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻦ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻦ َّ َّ إِن إِن أَﻫْﻠُﻮنَ أَﻫْﻠُﻮنَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ِ ِ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻦ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻦ ً ً ﻣِﻴﻼ ﻣِﻴﻼ َ َ ﺳِﺘﱡﻮن ﺳِﺘﱡﻮن ﻃُﻮﻟُﻬَﺎ ﻃُﻮﻟُﻬَﺎ ٍ ٍ ﻣُﺠَﻮﱠﻓَﺔ ﻣُﺠَﻮﱠﻓَﺔ

ﻳَﻄُﻮف ﻳَﻄُﻮف

ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢ ُ ُ

اﻟْﻤُﺆْﻣِﻦ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻦ ُ ُ

ﻳَﺮَى ﻳَﺮَى َ َ ﻓَﻼ ﻓَﻼ ُ ُ

ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢ

ﺑَﻌْﻀًﺎ ﺑَﻌْﻀًﺎ ْ ْ

“Bagi seorang mukmin di surga sebuah “Bagi seorang mukmin di surga sebuah kemah dari sebuah mutiara yang kemah dari sebuah mutiara yang berongga, panjangnya 60 mil, dan bagi berongga, panjangnya 60 mil, dan bagi seorang mukmin dalam kemah mutiara seorang mukmin dalam kemah mutiara tersebut istri-istrinya, sang mukmin tersebut istri-istrinya, sang mukmin berkeliling mengitari mereka sehingga berkeliling mengitari mereka sehingga sebagian mereka tidak melihat sebagian sebagian mereka tidak melihat sebagian yang lain” yang lain” (HR Al-Bukhari no 3243 dan (HR Al-Bukhari no 3243 dan Muslim no 7337) Muslim no 7337)

Al-Munaawi berkata, “Bagi sang Al-Munaawi berkata, “Bagi sang

ia mukmin istri-istri yang banyak, ia

banyak,

yang

istri-istri

mukmin

mengelilingi istri-istri tersebut untuk mengelilingi istri-istri tersebut untuk

yang menjimak mereka atau yang

atau

mereka

menjimak

semisalnya, sehingga sebagian bidadari semisalnya, sehingga sebagian bidadari tidak melihat bidadari yang lain karena tidak melihat bidadari yang lain karena besarnya kemah mutiara tersebut” (At-besarnya kemah mutiara tersebut” (At-Taisiir bi syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1/Taisiir bi syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1/685) 685)

Wahai para perindu dan peminang Wahai para perindu dan peminang bidadari… sadarkah anda betapa indah bidadari… sadarkah anda betapa indah

Allah dan sempurna bidadari yang Allah

yang

bidadari

sempurna

dan

siapkan untuk anda…???. Bayangkan siapkan untuk anda…???. Bayangkan jika anda memasuki sebuah istana di jika anda memasuki sebuah istana di

indah surga yang begitu cantik dan indah

dan

cantik

begitu

yang

surga

yang terbuat dari emas, permata, dan yang terbuat dari emas, permata, dan mutiara. Lantas ternyata dalam istana mutiara. Lantas ternyata dalam istana

sedang tersebut puluhan bidadari sedang

bidadari

puluhan

tersebut

menanti anda….seluruhnya tersenyum… menanti anda….seluruhnya tersenyum… seluruhnya merindukan kedatangan seluruhnya merindukan kedatangan

dan anda… seluruhnya menyeru dan

menyeru

seluruhnya

anda…

menyebut-nyebut nama anda dengan menyebut-nyebut nama anda dengan penuh kerinduan…semuanya berlomba penuh kerinduan…semuanya berlomba untuk melayani anda… untuk melayani anda…
.
.copas....

Indahnya Bidadari Surga



  • indahnya bidadari surga

  • Minggu, 25 Agustus 2013

    Kisah Menakjubkan Tentang cinta di atas Penderitaan

    Kisah Menakjubkan Tentang Cinta di atas Penderitaan

    Kisah Menakjubkan Tentang Cinta di atas Penderitaan - Kisah berikut sengaja diposting sebagai koleksi kisah-kisah yang bisa memberi manfaat sebagai renungan dan inspirasi dalam menjalani kehidupan yang kadang diselimuti cinta dan penderitaan

    Inilah kisahnya

    “Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada Professor dipersilahkan.

    Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.

    Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.

    Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu…

    Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu’ala Rasulillah, amma ba’du. Sebelumnya saya mohon ma’af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita…Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.

    Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya. Tiga puluh tahun yang lalu … Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan “Pasha” yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma’adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.

    Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau kalangan high class yang sepadan!

    Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini. Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli.

    Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah denganselera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

    Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah. “Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja” tegas ayah. Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

    Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

    Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.

    Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus. Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!

    Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.

    Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur….tukang cukur, ya… sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan “Pasha”. Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.

    Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. “Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri.” Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

    Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.

    Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya.

    Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan.

    Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

    Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma’dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma’dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari’ah mengikuti mahzab imam Hanafi. Ketika Ma’dzun menuntun saya, “Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah.”

    Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir. Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata. Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma’dzun.

    Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!

    Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami. “Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!” “Tidak… Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini. Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru. Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini,” jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.

    Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

    Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.

    Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah.

    Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

    Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami.

    Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.

    Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja… tak lebih.

    Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta. Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT.

    Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga. Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya.

    Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur’an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi’ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.

    Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,”Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya.” Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan-pertolongan mereka.

    Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

    Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, “Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha.”

    Yang mereka maksudkan dengan Tuan “Pasha” adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.

    Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.

    Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.

    Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku. Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.

    Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.

    Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba-Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.

    Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:

    Sambil menatap kaki langit Kukatakan kepadanya Di sana… di atas lautan pasir kita akan berbaring Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba Bukan karna ketiadaan kata-kata Tapi karena kupu-kupu kelelahan Akan tidur di atas bibir kita Besok, oh cintaku… besok Kita akan bangun pagi sekali Dengan para pelaut dan perahu layar mereka Dan akan terbang bersama angin Seperti burung-burung

    Yah… saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama!

    “Gila… ide gila!!!” pikirku saat itu. Bagaimana tidak…ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:

    “Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita.”

    Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya.

    Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.

    Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.

    Siang hari, jangan tanya… kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.

    Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh,menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis,itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.

    Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.

    Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

    Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini. “Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang…” bisiknya mesra sambil tersenyum.

    Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.

    Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.

    Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.

    Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang ‘edan’. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:

    “Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan.”

    Kucium kening istriku, dan bismillah… kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.

    Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.

    Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

    Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.

    Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami.

    Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz…”

    Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.

    Semoga kisah di atas bisa meberikan motivasi dan inspirasi bagi kita semua aamiin Kisah di atas diambil dari koleksi cerita dari novel “Di Atas Sajadah Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy. .. ... ..copas...lho...sob.... akhirnya keposting juga..... tambahan dari saya... dari saya lho....

    .......tersenyumlah dalam keadaan sesakit apapun..... ...jika memang sudah tak mampu.... ........air matalah benteng terakhir kita...... . . .semangat sob.....